2.1 Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak
A. Pengertian Pajak
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Sumitro, S.H. berbunyi pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dengan
demikian ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut:
1. Pajak dipungut bedasarkan undang-undang.
2. Jasa timbal tidak dapat ditunjukkan secara langsung.
3. Pajak dipungut oleh pemerintah, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah.
4. Pajak dipegunakan untuk membiayai pengeluaran umum
pemerintah.
5. Dapat dipaksakan (bersifat yuridis).
B. Fungsi Pajak
1. Budgeter
Sebagai alat (sumber) untuk
memasukkan uang sebanyak-banyaknya kedalam kas negara dengan tujuan untuk
membiayai pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan.
2. Regulerend
Regulerend disebut juga fungsi
mengatur, sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang
keuangan, misalnya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan, keamanan,
seperti:
a. Mengadakan perubahan-perubahan tarif.
b. Memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan
atau sebaliknya, yang ditunjukkan kepada masalah tertentu.
2.2 Subjek
dan Objek Berbagai Macam Pajak
A. Subjek Pajak
Subjek pajak
adalah istilah dalam peraturan perundang-undangan perpajakan untuk perorangan
(pribadi) atau organisasi (kelompok) berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Berikut macam-macam subjek pajak yaitu:
1.
Subjek Pajak Penghasilan
Pph merupakan termasuk pajak subyektif yakni pajak
dikenakan karena ada, yakni mematuhi criteria yang ditetapkan dalam peraturan
perpajakan. Dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2000 mengenai perubahan atas
undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, subjek pajak
terdiri dari tiga jenis, yaitu orang pribadi, badan, dan warisan. Subjek pajak
juga digolongkan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar
negeri. Yang termasuk Subjek Pajak dalam negeri adalah sebagai berikut:
a.
Orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
b.
orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam
suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia;
c.
badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
d.
warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Sedangkan
Subjek pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
a.
Orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia;
b.
Badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia;
c.
Orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia;
d.
Badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
2.
Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN, tidak termasuk pengusaha
kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil
yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Subyek yang menjadi
sasaran pajak yaitu:
a.
Pengusaha
adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Pengusaha
Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang di kenakan pajak, tidak termasuk Pengusaha
Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali
Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
b.
Pembeli
adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima
penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga
Barang Kena Pajak tersebut.
c.
Penerima
jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima
penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar
Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut.
3.
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Yang menjadi
Subjek pajak dalam PBB adalah orang atau badan yang secara nyata – nyata
mempunyai status hak atas bumi dan bangunan, dan/atau memperoleh manfaat atas
bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Tanda
pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak. Subjek PBB yang
dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku menjadi wajib pajak.
4.
Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Subjek
pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak BPHTB menurut
Undang-Undang BPHTB. Pihak yang terkena kewajiban melunasi bea perolehan hak
atas tanah dan bangunan adalah orang pribadi dan badan hukum. Selain itu
terdapat pihak yang dikecualikan dari kewajiban melunasi bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan, yaitu:
a. Perwakilan diplomatik dan konsulat
dengan asas timbal balik
b. Negara untuk melaksanakan kepentingan
umum
c. Badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri untuk menjalankan
fungsinya
d. Orang pribadi atau badan, karena
konversi hak atas tanah dan bangunan dengan tidak ada perubahan nama
e. Orang pribadi atau badan yang
diperoleh dari wakaf
f. Orang pribadi atau badan yang
diperuntukan untuk kepentingan ibadah.
B. Objek Pajak
Dalam
perpajakan, yang dimaksud dengan objek pajak yaitu apa-apa yang dikenakan
pajak. Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun. Berikut macam-macam objek Pajak:
1.
Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan
dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan
dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak
Penghasilan;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau
kegiatan dan penghargaan;
c. Laba usaha
d. Keuntungan karena penjualan atau
karena pengalihan harta.
2.
Objek Pajak Pertambahan Nilai
Pada
prinsipnya semua barang dan jasa merupakan objek PPN, karena PPN dikenakan atas
konsumsi barang dan atau jasa di dalam Daerah Pabean. Namun demikian, dengan
pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya, ada barang dan jasa tertentu yang
tidak dipungut serta dikecualikan dari pengenaan PPN dan dibebaskan dari
pungutan PPN.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
b. Impor Barang Kena Pajak
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dari luar Daerah
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
f. Ekspor Barang Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak
3.
Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Yang termasuk Objek BPTHB adalah hak atas tanah dan
bangunan yaitu:
a.
Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
b.
Perolehan
Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan.
c.
Hak
atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan
diatasnya sebagaimana dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.
Objek Bea Meterai
Objek Bea
Materai menurut Undang-Undang No.13 tahun 1985 adalah DOKUMEN (kertas yang
berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan
atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan).
Sedangkan subjek Bea Materai adalah orang pribadi yang membuat atau badan yang
memerlukansurat atau dokumen.
2.3 Kaitan Pajak Dengan
Bisnis
Dunia
bisnis tidak bisa dilepaskan dengan aspek pajak. Pajak dan bisnis bisa
dikatakan sebagai satu mata uang dengan dua sisi yang saling berkaitan satu
sama lain. Berkembang tidaknya dunia bisnis tentu akan dipengaruhi oleh aspek
perpajakan berlaku. Begitupun dengan penerimaan pajak, akan berhasil bila dunia
bisnis berkembang dengan baik. Jika dunia usaha berkembang, maka penerimaan
pajak bisa dipastikan akan meningkat, sebaliknya bila dunia bisnis tidak
berkembang, maka penerimaan pajak juga sulit diharapkan akan meningkat. Berikut
pengaruh pajak dalam dunia bisnis:
1. Pengaruh Pajak Terhadap
Produksi
Pengaruh pajak terhadap produksi dapat dibagi dalam pengaruhnya terhadap
produksi sebagai keseluruhan dan komposisi produksi. Pengaruhnya terhadap
produksi sebagai keseluruhan berlangsung melalui pengaruh-pengaruhnya terhadap
kerja, tabungan dan investasi. Kemudian lebih jauh lagi kita melihat
pengaruh-pengaruh terhadap kerja, tabungan, dan investasi itu melalui kemampuan
dan keinginan, yaitu kemampuan dan keinginan untuk bekerja, menabung dan mengadakan
investasi.
2.
Pengaruh Pajak Terhadap Produksi Sebagai Keseluruhan
Pengaruh pajak terhadap produksi sebagai keseluruhan berlangsung melalui
pengaruh-pengaruhnya terhadap kerja, tabungan, dan investasi. Apabila investasi
dapat diarahkan dengan baik, maka akan dapat membuat pekerjaan lebih produktif.
Investasi ini dapat berupa investasi materiil maupun investasi sumber daya
manusia.
3.
Pengaruh Pajak Terhadap Komposisi Produksi
Pajak dapat mengakibatkan adanya penyimpangan dalam penggunaan faktor
produksi, yaitu penggunaan yang seharusnya dapat menghasilkan produksi yang
maksimum menuju kearah penggunaan yang menghasilkan produksi yang lebih
sedikit, oleh karenanya pajak yang dikenakan jangan sampai mengakibatkan adanya
penyimpangan penggunaan faktor-faktor produksi atau jika memang tidak dapat
dihindarkan. Pajak yang dikenakan dalam perekonomian jangan sampai menimbulkan
terlalu banyak penyimpangan-penyimpangan.
Pajak yang dapat menyebabkan penyimpangan dalam penggunaan faktor-faktor produksi terutama ialah pajak yang dikenakan terhadap keuntungan-keuntungan yang tidak diharapkan, peningkatan nilai tanah, dan pajak yang dikenakan pada monopolist yang ternyata tidak mengakibatkan diubahnya jumlah dan harga barang-barang yang dihasilkan oleh seorang monopolist tersebut.
Pajak yang dapat menyebabkan penyimpangan dalam penggunaan faktor-faktor produksi terutama ialah pajak yang dikenakan terhadap keuntungan-keuntungan yang tidak diharapkan, peningkatan nilai tanah, dan pajak yang dikenakan pada monopolist yang ternyata tidak mengakibatkan diubahnya jumlah dan harga barang-barang yang dihasilkan oleh seorang monopolist tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Marsyahrul, Tony. 2005. Pengantar
Perpajakan. Jakarta: PT Grasindo
PERTANYAAN
1.
Bagaimana
cara membayar pajak pada penjual olshop
2.
Bagaimana
cara menetukan jumlah pajak direstoran ? apakah ditentukan pihak restoran ?
3.
Bagaimana
sistem perpajakan di indonesia ?
JAWABAN
1.
ketentuan
pajak yang berlaku bagi usaha online tidaklah berbeda dengan toko konvensional
pada umumnya, hanya saja media yang digunakan dalam hal ini adalah internet.
Yang dikenakan pajak dari toko konvensional adalah keuntungan dari penjualan
sebagai salah satu objek pajak.
2.
Pada
pasal 4a UU Nomor 42 Tahun 2009 disebutkan juga jika makanan dan minuman yang
disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, meliputi
makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, tidak termasuk
dalam objek pajak yang dikenai PPN.
Jika melihat UU Nomor 42 Tahun 2009
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah, tarif PPN adalah 10% dengan kemungkinan diubah menjadi paling rendah 5%
dan paling tinggi 10 % yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3. Sistem perpajakan di indonesia adalah Self Asessment System, yang
diamana Wajib Pajak diberi kebebasan
untuk menghitung, menyetor dan melaporkanya atau melaporkan pajaknya
sendiri ke kantor pajak .sebelum kita memahami lebih jauh dari sisiem
pemungutan pajak di indonesia alangkah baiknya kita lebih bagus dahulu sistem
perpajakan dari semua yang ada adalah sebagai berikut ;
1. Official assesment system
ini artinya adalah yang dimana disini
pemerintah/fiskus diberi kewenangan lebih/penuh kepada pemerintah untuk
menentukan berapa besarnya pajak yang dikenakan dan yang akan di setor oleh
wajib pajak ke pada negara
2. Withhoding tax
ini artinya adalah dimana disini dinyatakan bahwa
pemberian wewenang kepada piha ketiga untuk menentukan/memotong besarnya
pajak yang di berikan oleh wajib pajak ke pada fiskus
3. Self assesment system
disini artinya adalah dimana wajib pajak yang
menentukan , menghitung dan membayar dan melaporkan opajak yang di berikan
kepada fiskus , disini diberikan penuh tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
berindak secara aktive dan jujur di dalam pemberian pajak
Komentar
Posting Komentar